Blogger templates

About Me

Foto Saya
eo_ao@ymail.com
Lihat profil lengkapku
RSS
hello.... my name Velyn... this is my blog.... i hope this blog can assist you.. thank you to the your visit...

Penentuan kadar dengan metode iodometri

Metode titrasi iodometri langsung (kadang-kadang dinamakan iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak langsung (kadang-kadang dinamakan iodometri), adlaah berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia.
Garam KIO3 mampu mengoksidasi iodida menjadi iod secara kuantitatif dalam larutan asam.  Oleh karena itu digunakan sebagai larutan standar dalam proses titrasi Iodometri ini.  Selain itu juga karena sifat Iod itu sendiri yang mudah teroksidasi oleh oksigen dalam lingkungan sehingga iodida mudah terlepas. Reaksi ini sangat kuat dan hanya membutuhkan sedikit sekali kelebihan ion hidrogen untuk melengkapi reaksinya.  Namun kekurangan utama dari garam ini sebagai standar primer adalah bahwa bobot ekivalennya yang rendah. Larutan standar ini sangat stabil dan menghasilkan iod bila diolah dengan asam :
IO3- +   5I- +   6H+ 3 I2 +     3H2O
Larutan KIO3 memiliki dua kegunaan penting, pertama, adalah sebagai sumber dari sejumlah iod yang diketahui dalam titrasi, ia harus ditambahkan kepada larutan yang mengandung asam kuat, ia tak dapat digunakan dalam medium yang netral atau memiliki keasaman rendah.  Yang kedua, dalam penetapan kandungan asam dari larutan secara iodometri, atau dalam standarisasi larutan asam keras.  Larutan baku KIO3 0,1 N dibuat dengan melarutkan beberapa gram massa kristal KIO3 yang berwarna putih dengan menggunakan aquades dan mengencerkannya.

  1. 1. Pembakuan Larutan Na2S2O3 dengan Larutan Baku KIO3
Percobaan ini menggunakan metode titrasi iodometri yaitu titrasi tidak  langsung dimana mula-mula iodium direaksikan dengan iodida berlebih, kemudian iodium yang terjadi dititrasi dengan natrium thiosulfat.  Larutan baku yang digunakan untuk standarisasi thiosulfat sendiri adalah KIO3 dan terjadi reaksi:
Oksidator + KI                           I2
I2 +  2Na2S2O3 2NaI  +  Na2S4O6
Natrium tiosulfat dapat dengan mudah diperoleh dalam keadaan kemurnian yang tinggi, namun selalu ada saja sedikit ketidakpastian dari kandungan air yang tepat, karena sifat flouresen atau melapuk-lekang dari garam itu dan karena alasan-alasan lainnya.  Karena itu, zat ini tidak memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai larutan baku standar primer.  Natrium tiosulfat merupakan suatu zat pereduksi, dengan persamaan reaksi sebagai berikut  :
2S2O32- S4O62- +   2e-
Pembakuan larutan natrium tiosulfat dapat dapat dilakukan dengan menggunakan kalium iodat, kalium kromat, tembaga dan iod sebagai larutan standar primer, atau dengan kalium permanganat atau serium (IV) sulfat sebagai larutan standar sekundernya.  Namun pada percobaan ini senyawa yang digunakan dalam proses pembakuan natrium tiosulfat adalah kalium iodat standar.
Larutan thiosulfat sebelum digunakan sebagai larutan standar dalam proses iodometri ini harus distandarkan terlebih dahulu  oleh kalium iodat yang merupakan standar primer.  Larutan kalium iodat ini ditambahkan dengan asam sulfat pekat, warna larutan menjadi bening.  Dan setelah ditambahkan dengan kalium iodida, larutan berubah menjadi coklat kehitaman.  Fungsi penambahan asam sulfat pekat dalam larutan tersebut adalah memberikan suasana asam, sebab larutan yang terdiri dari kalium iodat dan klium iodida berada dalam kondisi netral atau memiliki keasaman rendah.  Reaksinya adalah sebagai berikut :
IO3- +  5I- +  6H+ →          3I2 +  3H2O
Indikator yang digunakan dalam proses standarisasi ini adalah indikator amilum 1%.  Penambahan amilum yang dilakukan saat mendekati titik akhir titrasi dimaksudkan agar amilum tidak membungkus iod karena akan menyebabkan amilum sukar dititrasi untuk kembali ke senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan sifat I2 yang mudah menuap. Pada titik akhir titrasi iod yang terikat juga hilang bereaksi dengan titran sehingga warna biru mendadak hilang dan perubahannya sangat jelas.  Penggunaan indikator ini untuk memperjelas perubahan warna larutan yang terjadi pada saat titik akhir titrasi.  Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut yang digunakan.  Kompleks iodium-amilum memiliki kelarutan yang kecil dalam air, sehingga umumnya ditambahkan pada titik akhir titrasi.  Jika larutan iodium dalam KI pada suasana netral dititrasi dengan natrium thiosulfat, maka :
I3- +   2S2O32- 3I- +   S4O62-
S2O32- +   I3- S2O3I- +   2I-
2S2O3I- +  I- S4O62- +  I3-
S2O3I- +  S2O32- S4O62- +  I-
Dari hasil perhitungan diketahui besarnya konsentrasi natrium thiosulfat yang digunakan sebagai larutan baku standar sebesar 6,25 N.
  1. 2. Penentuan Kadar Cu2+ dengan Larutan Baku Na2S2O3
Pada penentuan kadar Cu dengan larutan baku Na2S2O3 akan terjadi beberapa perubahan warna larutan sebelum titik akhir titrasi.  Tembaga murni dapat digunakan sebagai standar primer untuk natrium thiosulfat dan direkomendasikan jika thiosulfat harus digunakan untuk menetapkan tembaga.  Potensial standar pasangan Cu(II) – Cu(I) adalah +0,15 V dan karena itu iod merupakan pengoksidasi yang lebih baik dari pada ion Cu(II).  Tetapi bila ion iodida ditambahkan ke dalam larutan Cu(II) akan terbentuk endapan Cu(I).
2Cu2+ +  4I- 2CuI(s) +  I2
Penentuan kadar Cu2+ dalam larutan dengan bantuan larutan natrium tiosulfat yang dilakukan mengencerkan 5 mL sampel garam hingga 100 mL dan mengambil 10 mL hasil pengenceran tersebut untuk ditambahkan dengan larutan KI 10% dan menitrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat hingga larutan yang semula berwarna coklat tua menjadi larutan yang berwarna kuning muda.  Kemudian larutan tersebut ditambahkan dengan 4 mL larutan amilum 1 % menghasilkan larutan yang semula berwarna kuning muda menjadi biru tua, Penambahan indikator amilum 1% ini dimaksudkan agar memperjelas perubahan warna yang terjadi pada larutan tersebut. kemudian larutan tersebut dititrasi kembali dengan larutan natrium tiosulfat hingga warna biru pada larutan tepat hilang.  Untuk lebih memperjelas terjadinya reaksi tersebut, ke dalam larutan ditambahkan amilum.  Bertemunya I2 dengan amilum ini akan menyebabakan larutan berwarna biru kehitaman.  Selanjutnya titrasi dilanjutkan kembali hingga warna biru hilang dan menjadi putih keruh.
I2 +  amilum                         I2-amilum
I2-amilum  +  2S2O32- 2I- +  amilum  +  S4O6-
Hal yang perlu diperhatikan setelah penambahan amilum adalah adanya sifat adsorpsi pada permukaan endapan tembaga(I) iodida. Sifat ini menyebabkan terjadinya penyerapan iodium dan apabila iodium ini dihilangkan dengan cara titrasi, maka titik akhir titrasi akan tercapai terlalu cepat. Oleh karena itu, sebelum titik akhir titrasi tercapai, yaitu pada saat warna larutan yang dititrasi dengan Na2S2O3 akan berubah dari biru menjadi bening, dilakukan penambahan kalium tiosianat KCNS.
Penambahan KCNS menyebabkan larutan kembali berwarna biru. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
2Cu2+ + 2I- + 2SCN- → 2CuSCN ↓ + I2
Endapan tembaga(I) tiosianat yang terbentuk mempunyai kelarutan yang lebih rendah daripada tembaga(I) iodida sehingga dapat memaksa reaksi berjalan sempurna. Selain itu, tembaga(I) tiosianat mungkin terbentuk pada permukaan tembaga(I) iodida yang telah mengendap. Reaksinya sebagai berikut:
CuI­ ↓ + SCN- → CuSCN ↓ + I-
Penambahan larutan KCNS ini bertujuan sebagai larutan yang mengembalikan reaksi penambahan indikator amilum dalam larutan sehingga larutan menjadi kembali biru.  Reaksi yang berlangsung adalah
2Cu2+ +  4 I- 2CuI  +  I2
2S2O32- +  I2 S4O62-+   2I-
dari hasil pengamatan dan perhitungan, didapatkan jumlah volume titrasi larutan natrium tiosulfat yang dibutuhkan untuk merubah larutan dari warna coklat tua menjadi kuning muda setelah penambahan amilum maka larutan menjadi bening dan setelah penambahan KCNS maka larutan menjadi jernih kembali. Dari hasil perhitungan diperoleh massa tembaga pada larutan sampel sebesar 0,4321 gram dan kadar tembaga (%Cu2+) dalam larutan sample tersebut adalah sebesar 43,21 %.
VI.    KESIMPULAN
Berdasarkan tujuan, perhitungan dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan berikut :
  1. Ada dua cara analisis menggunakan senyawa iodium yaitu titrasi iodimetri atau dengan iodometri dimana iodium terlebih dahulu dioksidasi oleh oksidator misalnya KI.
  2. Kadar tembaga dalam garam CuSO4.5H2O dapat ditentukan dengan cara iodometri.
  3. Indikator yang dipakai adalah amilum karena amilum sangat peka terhadap iodium dan  terbentuk kompleks amilum berwarna biru cerah, saat ekivalen amilum terlepas kembali.
  4. Massa tembaga pada larutan diketahui sebesar 0,4321 gram dan kadar tembaga dalam larutan sebesar 43,21 %.
Basset. J etc. 1994. Buku Ajar Vogel, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar